STP, suatu usulan untuk UPT Perpustakaan UNS

Melanjutkan artikel tentang Segmentasi, Targeting, dan Posistiong (STP) Perpustakaan, mungkin melalui sedikit pemikiran di bawah ini akan memberikan kontribusi terhadap perpustakaan, khususnya untuk UPT Perpustakaan UNS.

Positioning dalam konteks pemasaran merupakan cara produk, merek atau organisasi perusahaan dipersepsi secara relatif dibandingkan dengan para pesaing oleh pelanggan saat ini maupun calon pelanggan. Maka positioning tidak sekedar membujuk dan menciptakan suatu citra dalam benak pelanggan, tetapi juga bagaimana merebut kepercayaan pelanggan.

Positioning perpustakaan dalam era kompetisi saat ini sangat dipengaruhi oleh akuntabilitas yang  ada. Jika indikator akuntabilitasnya baik maka pasar atau user akan merespon positif dan membuat posisi perpustakaan sebagai penyedia jasa yang capable atau dapat dipercaya sekaligus predictable atau dapat diperkirakan mutunya akan tetap kuat posisinya di pasar penyedia jasa informasi. Sebaliknya jika pasar atau pengguna merespon negatif maka perpustakaan harus segera berbenah diri dengan melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator dari akuntabilitas sebuah perpustakan yang bertanggungjawab kepada publiknya.

Sejauh ini UPT Perpustakaan UNS  belum memiliki konsep dalam membentuk positioning. Baik itu diferensiasi dalam infrastruktur produk dan layanan yang ditawarkan, serta motto. Hal ini disebabkan karena masih lemahnya manajemen UPT Perpustakaan UNS dan  tertanamnya paradigma bahwa perpustakaan merupakan suatu lembaga penyedia jasa informasi yang sebagian besar bertujuan tidak untuk mencari keuntungan atau nirlaba. Sementara itu perubahan paradigma manajemen jasa sangat cepat.  Di negara maju pendekatan prinsip pemasaran sudah dilakukan oleh perusahaan jasa hampir seabad silam.  Pemakai merupakan faktor utama eksistensi dan operasionalnya suatu institusi, terlebih lagi institusi penyedia jasa.  Perubahan paradigma yang terjadi digambarkan dengan jelas oleh pakar pemasaran Indonesia yaitu Hermawan Kertajaya.  Kertajaya membuat suatu kredo yang terkenal dengan The 10 Credos of Compassionate Marketing di mana kredo kedua adalah ”BE SENSITIVE TO CHANGE AND BE READY TO TRANSFORM” dengan tambahan keterangan yang menyebutkan:[1]

“Dunia tidak akan selamanya seperti ini. Lanskap bisnis akan terus berubah.  Kompetisi yang semakin sengit tidak mungkin dihindari lagi.  Globalisasi dan teknologi akan membuat pelanggan semakin pintar.  Kalau kita tidak sensitif dan tidak cepat-cepat mengubah diri, maka kita akan habis” 

 

Lingkungan yang selalu berubah, mempengaruhi gaya hidup pengguna. Hal ini  jelas mempengaruhi jenis produk yang diinginkan pengguna. Oleh karena itu pustakawan UPT Perpustakaan UNS harus sensitif  dan adaptif terhadap kebutuhan pengguna.

Bila mana teori positioning dijalankan, UPT Perpustakaan UNS haruslah memiliki keunikan dibandingkan dengan yang lainnya. Bisa juga keunikan tersebut disusun dari sekumpulan intangible asset perusahaan, budaya perusahaan atau kemampuan SDM yang memang by-nature sulit ditiru pesaing (Kertajaya, 2006 : 15) Berikut hal-hal apabila positioning diterapkan oleh UPT Perpustakaan UNS.

Sebagai contoh intangible asset perusahaan dalam hal ini UPT Perpustakaan UNS dapat merencanakan suatu bentuk  layanan tak terduga yang diberikan petugas perpustakaan kepada pengguna dengan sendirinya akan membekas di benaknya sebagai pengalaman yang tak terlupakan. Kesan yang tidak terlupakan tersebut dalam ilmu marketing disebut memorable experience. Upaya memberi kesan yang membekas kepada user saat ini merupakan strategi yang banyak diadopsi oleh beberapa perpustakaan modern dengan tujuan tentunya dapat mengunci loyalitas user perpustakaan atau locking loyalty. Seperti disebutkan di atas, dengan melihat kondisi lingkungan eksternal, di mana lokasi UPT Perpustakaan UNS tidak jauh dengan YPAC (Yayasan Pendidikan Anak Cacat), maka tidak menutup kemungkinan  pihak UPT Perpustakaan UNS juga merencanakan suatu bentuk layanan dengan memberikan fasilitas kepada penyandang cacat. Hal ini akan menjadikan terobosan terbaru bagi UPT Perpustakaan UNS untuk membangun customer relation dengan empathy.

Kegiatan yang berhubungan dengan budaya perusahaan, dapat dilakukan dengan membangun  budaya staf UPT Perpustakaan UNS. Misalnya  menjenguk pengguna yang sedang sakit, mengucapkan belasungkawa melalui sms, email atau telepon kepada pengguna yang ditimpa musibah, mengantarkan dompet atau handphone yang tertinggal ke tempat tinggal pengguna, mengajak partisipasi pengguna atau pemakai perpustakaan untuk merayakan hari besar keagamaan seperti hari raya idulfitri,  natal atau tahun baru bersama keluarga besar UPT Pepustakaan UNS.

Hal lain yang dapat dilakukan oleh UPT Perpustakaan UNS adalah dengan merencanakan membangun diferensiasi jenis layanan baru, misalnya dengan membangun Javaness Corner. Hal ini perlu direncanakan mengingat ada jurusan Sastra Daerah di UNS. Selain itu juga ikut berperan serta dalam menjaga budaya Jawa yang notabene positioning kota Solo sebagai kota budaya, perlu kita lestarikan. Seperti halnya himbauan Walikota Solo untuk menuliskan nama bangunan dengan huruf Jawa   di setiap bangunan yang ada di lokasi Solo. Belum adanya perpustakaan yang khusus melayani koleksi Jawa merupakan diferensiasi tersendiri bagi UPT Perpustakaan UNS dibandingkan dengan perpustakaan lainnya, khususnya di Jawa Tengah. Hal ini sangat tepat dalam mendukung Mind identity UNS yang lahir dari identitas dan kekuatan budaya lokal.[2]  Didukung dengan bentuk bangunan UPT Perpustakaan UNS yang telah berdiri sejak tahun 1976, termasuk ke dalam kategori arsitektur tradisional Jawa, di mana bangunan yang ada memunculkan unsur-unsur yang ada ciri-ciri arsitektural  tradisional Jawa, yaitu : (1) arah bagunan menghadap ke selatan, perlambnag penghormatan terhadap Nyi Roro Kidul, (2) bentuk atap merupakan bentuk limasan, (3) menggunakan ragam hias arsitektural Jawa (satron, wajikan, nanasan, dan makutho di setiap ujung bubungan) yang distilasi/digayakan.[3] Selain itu, tidak menutup kemungkinan UPT Perpustakaan UNS melakukan suatu  perencanaan kerjasama dengan kedutaan Amerika dalam membangun American Corner (sudah banyak yang menyediakan), mengingat adanya jurusan Sastra Inggris dengan spesialisasi Kajian Amerika (American Study). Banyak hal yang bisa didapatkan dari dua jenis corner tersebut, yang pasti perpustakaan harus terus inovatif untuk bersaing dengan jasa penelusuran informasi lainnya.

Untuk memberikan nilai kenyamanan, perpustakaan di masa yang akan datang  bisa diberi warna visual identity dengan warna-warna yang elegan, dinamis, dan modern sebagai wujud identitas budaya Solo dalam UNS melalui UPT Perpustakaan UNS. Warna merupakan elemen penting dalam segala aspek kehidupan, warna merupakan sensivitas yang berhubungan dengan indra. Dalam dunia iklan warna dapat menarik perhatian konsumen sebagai pengguna produk. Di samping itu warna juga dapat memiliki arti yang dapat dijadikan suatu simbol sebuah produk. Kombinasi warna  yang tepat untuk dinding dan perabot di UPT Perpustakaan UNS akan menarik pengunjung untuk datang dan memanfaatkan jasa perpustakaan.

Dalam hal strategi pengemasan produk berbasis teknologi informasi, UPT Perpustakaan UNS bisa merencanakan membangun layanan baik itu informasi general content, local content, maupun grey literature. Dengan sendirinya apabila produk informasi berbasis teknologi informasi ini berjalan dengan memuaskan, maka akan menciptakan positioning di benak pengguna.


 [1] Dwi Surtiawan. “Kepuasan Pemakai dan Peningkatan Kualitas Berbasis Pemakai: Pendekatan Manajemen Pemasaran sebagai Paradigma Baru Perpustakaan”. Artikel peserta Lomba Penulisan Karya Tulis Ilmiah bagi Pustakawan Tahun 2006

 

 [2]  Sutanto. “Blueprint UNS Menuju Webomatrics 2009”

  [3]   Arif, Muhammad Mahmud.” Penerapan Dekonstruksi pada Bangunan UPT Perpustakaan UNS Surakarta”.  Skripsi. 2002