Peran Literasi Informasi dalam Pemanfaatan E-Resources di Perguruan Tinggi

Oleh: Riah Wiratningsih[1]

e-mail: riahwiratningsih@yahoo.com

 

[1] Pustakawan UNS

Dipresentasikan dalam Pelatihan Literasi Informasi bagi Mahasiswa Pascasarjana Universitas Diponegoro “Peran Literasi Informasi Guna Pemanfaatan E-Resources” Tanggal 30 April 2015 di UPT Perpustakaan UNDIP

 

Abstrak

Information overload adalah era dimana informasi apapun bisa kita dapatkan di internet. Internet dianggap sebagai solusi dari setiap permasalahan yang ada. Namun pernahkah anda mempertanyakan tentang keaslian, validitas, dan reliabilitas informasi tersebut? Bagaimana untuk mendapatkan informasi yang cepat dan tepat/benar diantara milyaran informasi yang berserakan di internet? Web portal mana yang dapat dipertanggungjawabkan atau sekedar menjebak pencari informasi? Dalam hal ini pencari informasi memerlukan  skill penelusuran dengan menggunakan strategi pencarian yang sesuai untuk mengevaluasi informasi sehingga diperoleh  kebenaran informasi yang dibutuhkan, yaitu melalui literasi informasi. Keterampilan literasi informasi tersebut sebagai dasar dalam penelusuran e-resources melalui mesin pencari di internet atau portal yang disediakan oleh perguruan tinggi. Diharapkan dengan paham literasi informasi akan meningkatkan akses terhadap koleksi e-resources. Investasi yang mahal dalam melanggan database online tidak akan sia-sia dengan optimalnya kebermanfaatan koleksi tersebut sebagi sumber referensi.

 

Kata kunci: information overload, pencari informasi, literasi informasi, e-resources

 

Pengantar

Era informasi di mana saat ini kita berpijak, adalah era yang serba memberikan kita kemudahan dalam mendapatkan dan memanfaatkan informasi.  Internet sebagai media akses informasi keberadaannya semakin dibutuhkan. Melalui internet informasi apapun dapat kita telusur dan menjadi     bagian dari sebuah jawaban dari permasalahan yang sedang kita hadapi atau sebagai referensi dalam pengambilan sebuah keputusan.  Saat ini milyaran informasi tersedia di internet baik berupa data, berita, karya imiah ataupun hiburan, gratis ataupun berbayar. Ada format pdf, word, ppt, html, jpeg, flv, dan lain-lain. Siapapun bisa mengisi content apapun di internet. Informasi yang terunggah di internetpun tanpa filter.  Namun sudahkah kita bijak dalam memilah informasi yang benar dan menggunakannya secara benar? pernahkah anda mempertanyakan tentang keaslian, validitas, dan reliabilitas informasi tersebut? Akan menjadi sebuah hal yang fatal apabila kita salah dalam mendapatkan informasi yang kita telusur melalui internet. Kemudian informasi tersebut kita jadikan sebagai pegangan dalam menjawab permasalahan/pengambilan keputusan dari permasalahan yang kita hadapi.

Lalu bagaimana untuk mendapatkan informasi yang cepat dan tepat/benar diantara milyaran informasi yang berserakan di internet? Web portal mana yang dapat dipertanggungjawabkan atau sekedar menjebak pencari informasi? Dalam hal ini pencari informasi memerlukan  skill penelusuran dengan menggunakan strategi pencarian yang sesuai untuk mengevaluasi informasi sehingga diperoleh  kebenaran informasi yang dibutuhkan, yaitu melalui literasi informasi. American Library Association Presidential Committee on Information Literacy (January 10, 1989, Washington, D.C.) menyatakan

“Ultimately, information literate people are those who have learned how to learn. They know how to learn because they know how knowledge is organized, how to find information, and how to use information in such a way that others can learn from them. They are people prepared for lifelong learning, because they can always find the information needed for any task or decision at hand.”

Pengambilan keputusan dari sumber informasi yang tepat akan menjawab setiap permasalahan yang dihadapi secara tepat pula. Adapun pustakawan adalah profesi yang tepat dalam memberikan literasi informasi kerena pustakawan memiliki keahlian dalam bidang informasi diantaranya manajemen informasi,  keterampilan penelusuran informasi, metadata, dan pengetahuan menilai kebenaran sumber informasi.

Perguruan tinggi sebagai titik kulminasi dalam proses pendidikan memegang tanggungjawab besar dalam mencetak generasi yang berkualitas. Informasi sebagai sumber literatur dalam mendukung proses pembelajarn di PT merupakan “food for brain” jika food-nya sehat dan berkualitas, maka akan memilki brain yang berkualitas pula. Brain yang berkualitas adalah sumber daya yang paling unggul dalam menghadapi setiap bidang kehidupan. Sudahkan sivitas akademika memanfaatkan e-resouces sebagai literatur sumber belajar? Apalagi e-resources yang didapatkan melalui berlangganan, di mana investasi besar  telah dikeluarkan oleh perguruan tinggi tersebut. Sangat disayangkan apabila e-resources yang dilanggan oleh PT tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena ketidaktahuan sivitas akademika dalam proses pencarian informasi. Menjadi sebuah keharusan bagi pustakawan (PT) untuk megedukasi mahasiswa/dosen  melalui literasi informasi  untuk mendapatkan informasi yang benar melalui proses pencarian e-resources. Bahkan di beberapa perguruan tinggi di Indonesia literasi informasi sudah menjadi bagian dari kurikulum pembelajaran.

 

Perpustakaan PT dan Literasi Informasi

Perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang paling adaptif dalam mensikapi kemajuan TIK sebagai sarana proses pembelajaran. Hadirnya world wide web, memberikan kemudahan perpustakaan perguruan tinggi untuk mereproduksi, mendistribusi serta memberikan akses informasi bagi kebutuhan pengguna melalui kemasan digital library. Seperti yang tertuang pada UU no. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan pada Bab V Pasal 14  alinea 3 “Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi”. Dengan demikian pustakawan sebagai pengelola informasi di perpustakaan dituntut adaptif pula dengan perkembangan TIK untuk kebutuhan layanan  informasi bagi para penggunanya (sivitas akademika).  Dalam perkembangannya saat ini akses terhadap sumberdaya informasi elektronik sebagai literatur sumber belajar  sudah menjadi keharusan mengingat volume informasi dalam format elektronik yang tersedia saat ini diperkirakan jauh melebihi informasi yang tersedia dalam format tercetak. Kebaruan informasipun lebih cepat didapatkan melalui media elektronik seperti  e-book, e-journal, e-magazine, e-newspapper, dan lain-lain. Hal ini berdampak terhadap proses pembelajaran yang harus melibatkan TIK dan pemanfaatan sumber-sumber informasi elektronik (e-resources). IFLA 2012 menyebutkan :

“Electronic resources” refer to those materials that require computer access, whether through a personal computer, mainframe, or handheldmobile device. They may either be accessed remotely via the Internet or locally. Some of the most frequently encountered types are: E-journals, E-books, Full-text (aggregated) databases, Indexing and abstracting databases, Reference databases (biographies, dictionaries, directories, encyclopaedias, etc.), Numeric and statistical databases, E-images, E-audio/visual resources.

 

Kewajiban  perpustakaan  adalah untuk memastikan bahwa pengguna perpustakaan (sivitas akademika)  mendapatkan akses  e-resources yang mereka perlukan  pada waktu yang tepat  untuk dapat digunakan secara tepat. Sumber informasi yang tepat akan menghasilkan output yang berkualitas. Namun dalam implementasi proses pembelajaran, belum semua mahasiswa  (bahkan juga dosen) memahami dan mengetahui sumber belajar dalam format elektronik atau e-resources. Di sinilah peran perpustakaan sebagai pengelola dan penyedia informasi memberikan edukasi bagaimana memanfaatkan e-resources tersebut, di mana e-resources tersebut  menjadi sumber utama oleh perguruan tinggi dalam melaksanakan tri dharmanya. Perlu upaya proaktif pustakawan dan kolaborasi dengan tenaga pendidik dalam memberikan pelatihan penelusuran informasi berbasis internet (e-resources) melalui kegiatan literasi informasi.

Sebagaimana dinyatakan oleh Bundy (2004 dalam Wallis 2005:221) ”Sheer abundance of information and technology will not in itself create more informed citizens without a complimentary understanding and capacity to use information effectively” Melimpahnya informasi dan kemajuan teknologi  tidak akan menciptakan masyarakat informed tanpa adanya pemahaman dan kemampuan untuk menggunakan informasi secara efektif, perlu  keterampilan untuk menavigasi kompleksitas informasi  dan menggunakan TIK sebagai sarana belajar mandiri. ALA mendefinisikan untuk menjadikan literasi informasi: “having the ability to recognize when information is needed, then to be able to locate and evaluate the appropriate information and use it effectively”. Dengan demikian literasi informasi dapat dipahami sebagai istilah menyeluruh untuk menggambarkan keterampilan yang dibutuhkan untuk menggunakan informasi dan komunikasi teknologi (TIK) secara efektif, dan untuk mengakses sumber daya informasi digital yang tepat. Sehingga akan terbentuk pembelajar seumur hidup mandiri (independent lifelong learners). Dalam hal ini termasuk juga keterampilan teknologi yang diperlukan untuk menggunakan perpustakaan modern sebagai pintu gerbang ke informasi.

 

Peran Literasi Informasi dalam Pemanfaatan EResources

Google telah menjadi istilah domain publik  “now everything is in google, why we do need library?”  Pencari informasi  di era digital  merasa nyaman googling  di internet  dan kurang menganggap penting skill dalam memanage kuantitas ataupun kualitas  e-resources. Mereka berharap menemukan sejumlah besar informasi dengan cepat dan mudah tanpa menyadari bahwa ada beberapa situs  yang diragukan validitas informasinya. Menurut Kate Manuel (2002 dalam Warnken 2004:152) :

‘‘Teaching Information Literacy to Generation Y,’’ noting that students’ ease with computers can hinder the mastery of information literacy skills because those students overestimate their ability to effectively search for and access information. The difficulty of this situation is further compounded by the Internet’s making so much information available that students believe research is less complicated than it actually is.

Selain hal tersebut, menurut Godwin (2008:6 dalam Latuputty 2013) Generasi Google ini tidak mempedulikan etika dalam penggunaan isi dari sumber-sumber informasi melalui internet  karena mereka tidak paham atau tidak perduli. Generasi Y sebagai generasi yang lahir di era informasi, generasi yang relatif masih muda dan berkembang dengan teknologi dan tools yang baru, dan generasi yang telah terbiasa dengan banyaknya pilihan yang ada, membuat mereka menginginkan segala sesuatu secara instant.  Peran perpustakaan harus berubah untuk menghadapi realita tersebut.  Pustakawan PT sudah saatnya menjadi mediator, facilitator, educator, inculcator literasi informasi untuk membantu pengguna/pencari informasi/mahasiswa dalam surfing and navigate the ocean of information. Agen perubahan ada di tangan pustakawan.

Kavulya (2003 dalam Idiodi 2005:225) menyatakan “… information literacy skills help students to master content and give them the confidence to proceed with investigation and enquiry. It makes them self-reliant and gives them a sense of being in control of their learning”. Keterampilan literasi informasi membantu pencari informasi untuk menguasai content penelusuran yang mereka butuhkan, dan menguasai strategi pencarian informasi secara efektif dan efisien. Literasi informasi memiliki beberapa type diantaranya The Big 6, Seven Pillars, Empowering 8 dan Seven Faces of Information Literacy. Semuanya memerlukan beberapa tahapan dalam menemukan informasi yang tepat dan benar. Penulis merangkum tahapan tahapan tersebut diantaranya adalah: pemahaman internet (domain names), identifikasi topik, identifikasi search term (dengan bantuan thesaurus), formulasi search query (boolean logic), evaluasi hasil penelusuran untuk digunakan sebagai sumber referensi.  Untuk langkah berikutnya adalah how to cyte rightly untuk menghasilkan penciptaan karya (baru) yang dapat dipertanggungjawabkan. Keterampilan tersebut sebagai dasar dalam penelusuran e-resources melalui mesin pencari di internet atau portal yang disediakan oleh perguruan tinggi. Diharapkan dengan paham literasi informasi akan meningkatkan akses terhadap koleksi e-resources. Investasi yang mahal dalam melanggan database online tidak akan sia-sia dengan tingginya kebermanfaatan koleksi tersebut sebagi sumber referensi.

 

Kesimpulan

Melimpahnya informasi di internet membuat pencari informasi harus menjelajah banyak web portal dan memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Diperlukan strategi menelusur dan skill teknologi untuk mendapatkan sumber informasi yang tepat yang tersedia di internet. Literasi informasi merupakan pondasi dalam menelusur informasi  secara cepat dan tepat. Keterampilan literasi informasi yang melekat pada pencari informasi/mahasiswa akan membawa kesuksesan dalam pendidikan formalnya, membekali mereka untuk menjadi pembelajar seumur hidup, dan problem solver. Diharapkan dengan kemampuan literasi informasi yang dimilikinya, mahasiswa dapat memanfaatkan e-resources sebagai sumber belajar yang berkualitas. Investasi perguruan tinggi dalam melanggan database online dapat termanfaatkan secara optimal. Akhirnya, dengan keterampilan literasi informasi yang melekat dalam kehidupan mahasiswa, terbentuklah sebuah sikap yang dapat menjadi kebiasaan positif yang menjadikan mereka sebagai pembelajar seumur hidup.

Daftar Pustaka

 

Idiodi,  Evelyn A. (2005). Approaches to information literacy acquisition in Nigeria.

Library Review Vol. 54 No. 4,  pp. 223-23. From Emerald Group Publishing Limited

 

Information Literacy. Retrieved April 20, 2015. http://www.ala.org/acrl/issues/infolit/overview/intro

 

Information Literacy competency standards for higher education. Retrieved April 20, 2015 http://www.ala.org/acrl/standards/informationliteracycompetency

 

Johnson, Sharon [et all]. (2012). Key Issues for e-Resource Collection Development: A Guide for Libraries. Chicago: IFLA.

Latuputty, Hanna. Cerdas di Era Informasi: Penerapan Literasi Informasi di Sekolah untuk Menciptakan Pembelajar Seumur Hidup. Akses 19 April 2015.  http://halatuputty.blogspot.com/2013/12/cerdas-di-era-informasi-penerapan.html

Undang-Undang  No. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan

Wallis, Jake. (2005). Digital Directions: Cyberspace, information literacy and the information society. Library Review. Vol. 54 No. 4, 2005 pp. 218-222. From Emerald Group Publishing Limited

 

Warnken, Paula. (2004). Managing Technology: The Impact of Technology on Information Literacy Education in Libraries. The Journal of Academic Librarianship, Volume 30, Number 2, pages 151–156.