Skip to content

Month: March 2014

Trusted Repository : Sebuah Gagasan Repository Perguruan Tinggi

Oleh:
Riah Wiratningsih
riahwiratningsih@yahoo.com

Dipresentasikan dalam Dialog Ilmiah Perpustakaan (DIP) 4 di STTNAS Yogyakarta pada 26 Maret 2014 [diselenggarakan oleh FPPTI DIY]

Abstrak
Kompleksitas informasi yang berlimpah di media internet, menjadikan pencari informasi dihadapkan dengan pilihan yang beragam, dalam format tanpa filter yang memunculkan pertanyaan tentang keasliannya, validitas , dan reliabilitas. Lebih banyak informasi, lebih banyak pilihan dan bisa memunculkan lebih banyak kebingungan. beberapa pilihan kreatif pustakawan perlu dimunculkan untuk menemukan cara agar perpustakaan tetap exist/tumbuh di era digital. Keahlian pustakawan dalam bidang informasi termasuk keterampilan penelusuran informasi, metadata, manajemen informasi dan pengetahuan menilai keakurasian atau kebenaran sumber informasi sangat diperlukan. Adapun peran yang bisa dilakukan oleh pustakawan dalam pengembangan repository adalah menciptakan trusted repository, melalui: 1) Pengembangan Local Content, 2) Pengembangan Koleksi Cultural Heritage, 3) Academic Library Consortium, 4) Pathfinder by Subject Specialist Librarian. Dengan adanya trusted repository ini akan memberikan kesempatan kepada pustakawan untuk menunjukkan profesionalisme kepustakawannannya.

Kata kunci: era digital, penelusuran informasi, trusted repository, pathfinder, subject specialist librarian

Pendahuluan
Era Teknologi Informasi dan Komunikasi memberikan kemudahan pencari informasi dalam mendapatkan informasi apapun secara mudah dan cepat melalui internet. Dengan mudahnya mereka “berselancar” (googling) diantara milyaran informasi yang tersedia di internet. Mereka menganggap bahwa internet merupakan rujukan informasi yang utama dalam menjawab segala permasalahan. Namun apakah informasi yang didapatkan melalui media internet adalah selalu benar? Pernahkan ketika anda browsing, mengklik link-link dan anda merasa seperti hanya berputar-putar pada halaman yang tak berujung dan tak bertepi? Lebih banyak informasi, lebih banyak pilihan dan bisa memunculkan lebih banyak kebingungan. Contohnya adalah Black Hat SEO, sebuah situs yang mengunakan teknik untuk menarik pengunjung, biasanya setelah masuk pengunjung dibuat bingung dengan informasi yang ada. Situs ini hanya ingin menaikkan rating saja. Sebagai pencari informasi di internet, kita harus memilih dan memilah mana yang sesuai.
Untuk itu perlu keterampilan tersendiri bagi pencari informasi dalam menentukan atau mendapatkan informasi yang benar melalui internet. Namun sudahkah masyarakat kita (pencari informasi) paham akan “wajah” internet? Bisakah pencari informasi mendapatkan informasi secara cepat, mudah, dan benar tanpa harus mengalami penelusuran yang membutuhkan waktu lama dan kebingungan dalam mencari informasi? Beranjak dari gambaran di atas, bukan hal yang tidak mungkin bahwa permasalah tersebut bisa dijawab oleh perpustakaan. Hadirnya world wide web, membawa kemudahan bagi perpustakaan untuk mereproduksi, mendistribusi serta mengakses informasi bagi kebutuhan pengguna. Mengisi content sebuah repository perpustakaan digital adalah jawaban yang tepat dalam menjawab kebutuhan beragam pengguna di era TIK saat ini. Namun sudahkan pustakawan berperan dalam pengembangan content repository perpustakaan di insitusinya, dalam menciptakan trusted repository?

Koleksi Referensi dan Layanan Referensi

Oleh :
Riah Wiratningsih
Pustakawan UPT Perpustakaan UNS-Solo
e-mail: riahwiratningsih@yahoo.com

Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Perpustakaan untuk Calon Kepala Perpustakan Sekolah, Kerjasama Education Development Center (EDC) UNS dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI)

A. Pengantar
Fungsi utama setiap perpustakaan adalah mengadakan, mengolah, menyediakan dan menyebarkan informasi kepada para pemakai. Untuk melaksanakan fungsi tersebut maka perpustakaan harus mengelola koleksinya sehingga informasi yang terdapat dalam koleksinya dapat dimanfaatkan secara optimal. Perpustakaan bisa dijadikan tempat untuk memperoleh beragam sumber informasi bagi pemustaka yang sedang melakukan penelitian, mengerjakan tugas atau karya ilmiah atau sekedar ingin mendapatkan informasi mengenai berbagai hal. Beragamnya informasi yang tersedia di perpustakaan memerlukan beragam layanan yang harus disediakan. Adapun Pelayanan yang dapat diberikan oleh perpustakaan adalah: pelayanan sirkulasi, pelayanan referensi, pelayanan bimbingan pemakai, pelayanan penelusuran informasi, pelayanan fotokopi, dan sebagainya. Pelayanan tersebut diberikan agar perpustakaan dapat memenuhi kebutuhan informasi dari penggunanya, dengan tujuan memberikan kepuasan kepada pengguna dalam mendapatkan informasi. Dalam materi ini penulis membatasi pada Pelayanan Referensi

Mempopulerkan Perpustakaan (Upaya membangun positioning perpustakaan UNS-Solo)

Riah Wiratningsih
Pstakawan Universitas Sebelas Maret
riahwiratningsih@yahoo.com

Diterbitkan dalam Prosiding pada Call For Papers Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Jawa Timur yang diselenggarakan pada tanggal 17-18 September 2013 di Kampus III Universitas Surabaya, UTC – Trawas Mojokerto.

Abstrak
Di era persaingan global, keberadaan sebuah organisasi profit maupun nonprofit membutuhkan eksistensi diri untuk dikenal. Agar dikenal, maka diperlukan usaha-usaha untuk mengenalkan diri. Salah satunya adalah membangun positioning perpustakaan. Di mana dengan positioning yang bagus akan membawa muara pada sebuah brand perpustakaan itu sendiri. Adapun penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran usaha-usaha yang bisa dilakukan oleh pustakawan dalam membangun persepsi sivitas akademika melalui kegiatan positioning. Dalam hal ini penulis melakukan “capture” SWOT Perpustakaan UNS. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan kedepannya adalah : 1) Membangun persepsi positif dengan memberikan value lebih kepada pengguna, 2) Membangun diferensiasi layanan javanese corner sebagai kekuatan lokal UNS dalam melestarikan/menjaga budaya Jawa, di mana kota Solo sebagai rujukan kota budaya, 3) Merencanakan pengembangan gedung perpustakaan dengan mengedepankan nilai lokal, agar seirama dan memberikan nilai yang unik, pengembangan fisik perpustakaan dikemas secara modern namun tetap mempunyai nilai originalitas budaya Jawa. 4) Merencanakan positioning statement yang relevan dengan kekuatan UNS. Diharapkan melalui penulisan ini dapat diimplementasikan (follow-up) sebagai bagian dari tata kelola perpustakaan ke depannya, sehingga value perpustakaan yang dikomunikasikan melalui brand dapat memberikan janji yang nyata sesuai harapan pengguna.
Kata kunci: positioning perpustakaan, brand perpustakaan, Javanese corner

A. Pendahuluan
Jika anda mendengar istilah perpustakaan, apa yang ada di benak anda? Tumpukan buku-buku, rak yang berderet dengan sejumlah koleksi, ruangan yang kurang nyaman, atau bahkan pustakawan yang “slow action” dalam melayani pengguna? Atau dalam persepsi anda muncul bahwa perpustakaan adalah tempat yang nyaman untuk belajar, diskusi, tersedia beragam koleksi yang dapat diakses baik tercetak maupun elektronik, dan pustakawan yang “jemput bola”. Mengapa keberadaan beberapa perpustakaan (perpustakaan PT di Indonesia) belum memiliki eksistensi seperti halnya perpustakaan di luar negeri (negara maju)? Kita sering mendengar dari dosen yang studi lanjut ke LN (Amerika, Eropa, Australia), bahwa mereka puas dan senang dengan adanya perpustakaan baik dari sisi tangible maupun intangible perpustakaan. Perpustakaan merupakan tempat yang nyaman dan bersahabat. Keberadaan sebuah perpustakaan benar-benar dapat dimanfaatkan dengan baik, tanpa mengeluh akan kekurangan bahan bacaan.

LAPORAN SINGKAT

KUNJUNGAN KERJA KE PERPUSTAKAAN UNIVERSITI PUTRA MALAYSIA

UNTUK PROGRAM BANCHMARK FKP2TN

OLEH:  RIAH WIRATNINGSIH

(Pustakawan UNS-Solo)

 

  1. A.    Latar Belakang

Library is a living organism, di mana perpustakaan harus bergerak seirama dengan ruang dan waktu.  Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini  menghendaki perubahan tata kelola  perpustakaan perguruan tinggi, di mana pengguna perpustakaan perguruan tinggi adalah masyarakat yang “educated people”.  Koleksi tidak lagi dalam bentuk tercetak, namun sudah bergeser pada koleksi digital, sehingga dalam penanganannya memerlukan sumber daya yang professional. Pengembangan koleksi digitalpun tidak hanya terbatas pada kerjasama antar perpustakaan secara nasional, namun telah mengglobal secara internasional.