Riah Wiratningsih
Pstakawan Universitas Sebelas Maret
riahwiratningsih@yahoo.com
Diterbitkan dalam Prosiding pada Call For Papers Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) Jawa Timur yang diselenggarakan pada tanggal 17-18 September 2013 di Kampus III Universitas Surabaya, UTC – Trawas Mojokerto.
Abstrak
Di era persaingan global, keberadaan sebuah organisasi profit maupun nonprofit membutuhkan eksistensi diri untuk dikenal. Agar dikenal, maka diperlukan usaha-usaha untuk mengenalkan diri. Salah satunya adalah membangun positioning perpustakaan. Di mana dengan positioning yang bagus akan membawa muara pada sebuah brand perpustakaan itu sendiri. Adapun penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran usaha-usaha yang bisa dilakukan oleh pustakawan dalam membangun persepsi sivitas akademika melalui kegiatan positioning. Dalam hal ini penulis melakukan “capture” SWOT Perpustakaan UNS. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan kedepannya adalah : 1) Membangun persepsi positif dengan memberikan value lebih kepada pengguna, 2) Membangun diferensiasi layanan javanese corner sebagai kekuatan lokal UNS dalam melestarikan/menjaga budaya Jawa, di mana kota Solo sebagai rujukan kota budaya, 3) Merencanakan pengembangan gedung perpustakaan dengan mengedepankan nilai lokal, agar seirama dan memberikan nilai yang unik, pengembangan fisik perpustakaan dikemas secara modern namun tetap mempunyai nilai originalitas budaya Jawa. 4) Merencanakan positioning statement yang relevan dengan kekuatan UNS. Diharapkan melalui penulisan ini dapat diimplementasikan (follow-up) sebagai bagian dari tata kelola perpustakaan ke depannya, sehingga value perpustakaan yang dikomunikasikan melalui brand dapat memberikan janji yang nyata sesuai harapan pengguna.
Kata kunci: positioning perpustakaan, brand perpustakaan, Javanese corner
A. Pendahuluan
Jika anda mendengar istilah perpustakaan, apa yang ada di benak anda? Tumpukan buku-buku, rak yang berderet dengan sejumlah koleksi, ruangan yang kurang nyaman, atau bahkan pustakawan yang “slow action” dalam melayani pengguna? Atau dalam persepsi anda muncul bahwa perpustakaan adalah tempat yang nyaman untuk belajar, diskusi, tersedia beragam koleksi yang dapat diakses baik tercetak maupun elektronik, dan pustakawan yang “jemput bola”. Mengapa keberadaan beberapa perpustakaan (perpustakaan PT di Indonesia) belum memiliki eksistensi seperti halnya perpustakaan di luar negeri (negara maju)? Kita sering mendengar dari dosen yang studi lanjut ke LN (Amerika, Eropa, Australia), bahwa mereka puas dan senang dengan adanya perpustakaan baik dari sisi tangible maupun intangible perpustakaan. Perpustakaan merupakan tempat yang nyaman dan bersahabat. Keberadaan sebuah perpustakaan benar-benar dapat dimanfaatkan dengan baik, tanpa mengeluh akan kekurangan bahan bacaan.